Peristiwa ini terjadi sudah sangat lama yaitu kira-kira ketika aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas II. Sedangkan saat ini aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir. Tapi, kronologi ceritanya masih begitu melekat di kepala. Mungkin dikarenakan ini adalah pengalaman yang cukup menyeramkan bagiku. Oke, langsung masuk ke ceritanya. Here we go!
Sore itu, layaknya bocah yang doyan keluyuran, aku baru saja selesai bermain bola kaki bersama teman-temanku di lapangan yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Tampaknya, langit sore sudah mulai gelap sehingga kami harus mengakhiri permainan dan pulang ke rumah masing-masing. Tepat saat adzan Maghrib berkumandang, aku tiba di rumah. Pintu depan rumahku terkunci. Berarti aku harus melewati pintu samping karena itu satu-satunya pintu yang bisa dibuka saat itu. Gelap. Suasana di dalam rumah sunyi. Semua orang belum pulang kecuali aku. Btw, aku tinggal bersama mama, abang, dan seorang paman. Kebetulan Ayah sering ke luar kota untuk urusan pekerjaan pada waktu itu.
Karena kondisi yang masih gelap, aku berusaha untuk menghidupkan lampu lalu meraih handuk untuk segera mandi. Ketika berada di kamar mandi, air di ember ternyata habis. Bukan habis total. Intinya air tersebut tidak cukup untuk membilas seluruh badan dengan sempurna. Sebagai informasi bahwa di kamar mandiku tidak memiliki fasilitas bak. Jika ingin menggunakan kamar mandi, ember harus diisi air melalui keran yang tersedia. Karena air habis, otomatis aku harus menghidupkan keran untuk mengisi air ke ember. Ternyata, air pun tidak mengalir. Nah, sebagai informasi tambahan lagi bahwa keran yang ada di kamar mandiku tersebut dikontrol oleh keran di dekat sumur yang letaknya tepat di samping kamar mandi dengan tembok rumah sebagai pembatasnya. Jika keran di luar mati, maka otomatis air tidak akan mengalir menuju keran yang ada di kamar mandi dalam rumah.
Belakangan aku sadar bahwa keran di sumur hidup. Aku mendengarkan bunyi seperti orang yang sedang mandi di sana.
“Mungkin kakak sepupuku,” ucapku dalam hati.
Namun, aku berpikir ulang dan bertanya dalam hati, “Kok ada yang berani mandi di sumur pas Maghrib begini, ya?”
Dengan berusaha menghiraukan pikiran negatif, aku memberanikan diri keluar rumah untuk cek keran tersebut. Jika tidak ada orang, barangkali mereka lupa mematikannya. Dan ternyata memang tidak ada orang di sana. Tapi, betapa kagetnya bahwa yang kutemui saat itu adalah pocong! Aku terdiam sejenak. Kami saling berpandangan. Aku masih tidak percaya tentang apa yang sedang kulihat. Jarak kami hanya sekitar tiga langkah manusia dewasa. Begitu dekat. Badanku mematung seolah tidak bisa bergerak sedikit pun. Mungkin akibat efek kaget. Mungkin! Wajah si pocong begitu rusak seperti luka bakar. Banyak belatung dan matanya melotot seolah ingin meloncat keluar dari tengkorak kepalanya. Kain kafannya lusuh penuh dengan tanah.
Setelah mulai kupandang lebih seksama, aku menemukan bahwa tali pocongnya terlepas mulai dari bagian perut ke bawah. Anehnya lagi bahwa si pocong ternyata memakai celana pendek atau yang biasa kusebut celana boxer! Aneh, bukan? Setelah mengumpulkan sedikit tenaga dan keberanian, aku bergegas kabur dan kembali ke dalam rumah. Aku menutup pintu sekeras-kerasnya. Kemudian aku mengambil semua pakaian yang telah aku lepas tadi dan berlari ke teras rumah. Posisiku telanjang bulat. Aku mengenakan semua pakaian di depan rumah. Beruntung tidak ada orang yang lewat saat itu. Lagian, usiaku masih bocah. Andai saja ada orang yang menyaksikan pun mungkin masih bisa dimaklumi. Hehehe….
Di teras rumah, aku menunggu mama pulang. Biasanya memang tidak akan lama. Perkiraanku benar. Selang beberapa menit setelahnya, mama pulang. Dengan nada yang masih gemetar, aku menceritakan kejadian yang baru saja aku alami. Mama menanggapi dengan santai, “Ah, disini nggak ada hantu. Nggak usah ngawur.”
Aku tahu bahwa mama adalah tipe seorang yang penakut perihal makhluk halus. Aku rasa respon tersebut adalah bentuk sikap orang tua yang ingin menenangkan anaknya. Setidaknya agar suasana tidak semakin panik.
Tidak mau berdebat terlalu lama dan berharap pocong tadi masih di sana, aku ajak mama ke sumur untuk memastikan apakah yang kulihat benar hantu atau orang jail. Dan ternyata wujud tersebut sudah hilang. Aku periksa lagi persis di tempat si pocong tadi berdiri. Bersih. Tidak ada bekas apa pun. Padahal selisih waktunya tidak terlalu lama. Aku berharap akan menemukan sisa-sisa belatung di tanah. Karena dari apa yang aku lihat sebelumnya, beberapa belatung yang ada di wajahnya berjatuhan. Dengan pasrah dan sedikit rasa kecewa di hatiku, kami berdua kembali masuk ke dalam rumah.
Aku masih bertanya-tanya. Benarkah itu hantu? Atau hanya manusia jail? Jika manusia, kenapa wajahnya begitu rusak? Aku rasa tidak ada orang yang seniat itu untuk berbuat usil. Atau mungkin hantu sungguhan? Karena tali pocongnya lepas. Seperti mitos yang beredar, orang mati yang tali pocongnya belum dilepas sempurna ketika dikubur akan bergentayangan untuk meminta tolong melepas semua tali tersebut. Jika benar hantu, lantas mengapa dia memakai celana boxer? Aneh. Intinya, saat itu aku batal mandi. Terima kasih, pocong!